GELORABANGSA - Ketika seseorang ditanya tentang sesuatu, lalu jawabannya berbelit seperti kusutnya kabel telekomunikasi di Thailand, kira-k...
GELORABANGSA - Ketika seseorang ditanya tentang sesuatu, lalu jawabannya berbelit seperti kusutnya kabel telekomunikasi di Thailand, kira-kira apa yang bisa kita simpulkan? Pasti ada sesuatu yang disembunyikan, ada hal yang sensitif atau tidak transparan. Begitulah pemikiran orang awam.
Nah, besaran tunjangan gubernur dan wagub DKI Jakarta yang sedang disorot belakangan ini.
Saya sudah dapat gambarannya. Ini berawal dari Kemendagri yang menerbitkan evaluasi Raperda APBD DKI 2022 pada 21 Desember 2021 lalu. Salah satu yang disoroti adalah alokasi anggaran belanja gaji dan tunjangan DPRD DKI senilai Rp 177,37 miliar, naik Rp 26,42 miliar dibandingkan tahun lalu.
Penyumbang terbesar kenaikan tersebut adalah belanja tunjangan perumahan yang mencapai Rp 102,36 miliar. Jumlah ini melonjak Rp 25,44 miliar dibandingkan tahun lalu sebesar yang sebesar Rp 76,92 miliar.
Bicara soal kenaikan gaji, tunjangan dll untuk pejabat, biasanya akan ditanggapi sinis dan negatif. Dan ini membuat sejumlah anggota dewan gerah. ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi mengklaim kenaikan tersebut tidak menabrak aturan dan sesuai dengan Undang-Undang.
Kemudian, mungkin karena tidak mau disalahkan secara sepihak atau mau cari kawan agar dibully bareng, Prasetyo meminta agar Sekda DKI Jakarta Marullah Matali agar jumlah tunjangan Gubernur, wagub hingga hingga anggota TGUPP juga dibuka ke publik.
"Selalu yang disalahkan DPRD lagi. Dalam rapat ini saya mau mendengar (tunjangan Gubernur), supaya media, KPK, Bareskrim, dan Kejaksaan ikut mendengar," kata Prasetyo.
Ternyata keengganan Marullah membuka data membuat situasi jadi panas. Awalnya Marullah mengaku belum siap menjawab dan butuh waktu untuk menyiapkan data tersebut. Dia hanya menjawab tunjangan operasional gubernur dan wagub maksimal 0,15 dari pendapatan asli daerah (PAD). Ditanya berkali-kali, dia tetap menjawab bertele-tele.
Marullah kemudian melempar ke Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah Sigit Wijatmoko untuk menambahkan jawaban tersebut. Tapi Sigit juga mengaku belum memegang detail nominal tunjangan mereka.
Kemudian Prasetyo bertanya ke Asisten Perekonomian dan Keuangan Sekretariat Daerah Sri Haryati. Sama, jawabannya tidak kena langsung ke pertanyaan. Katanya penyerapan PAD tahun lalu ada dalam pos anggaran Biro Kerja Sama Daerah (KDH).
Wagub DKI Jakarta Ahmad Riza Patria tidak masalah dengan tantangan Prasetyo yang menyuruhnya membuka data soal dana tunjangan operasional. Pihaknya sejauh ini sudah sangat transparan mengenai hal tersebut.
"Alhamdulillah kalau kami bicara pertanggungjawaban, pembukuan, transparan, keterbukaan terkait dengan keuangan di DKI Jakarta, kami termasuk Provinsi terbaik," kata Riza.
Riza menerangkan, pihaknya bahkan saat ini sudah menggondol 4 penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP) dari laporan pertanggungjawaban APBD dari BPK. Sehingga, dia yakin tidak ada hal yang perlu ditutup-tutupi, termasuk soal tunjangan Anies, dirinya, dan tim TGUPP.
"Kami ingin menjadikan sesuatu yang memang harus mendapatkan WTP, sebagai komitmen dan pertanggungjawaban kami, Pemprov DKI terhadap keuangan rakyat," kata Riza.
Iya, tapi masalahnya kenapa tidak menyebut langsung jumlah tunjangannya. Apa susahnya menjawab? Tinggal jawab, per tahun besarnya berapa, misalnya sekian miliar rupiah. Kenapa harus bertele-tele dan mengeluarkan kalimat-kalimat yang ruwet?
Kalau transparan, kenapa tidak diberitahukan ke publik? Malah kita disuguhi drama lempar pertanyaan ke sana kemari. Tidak ada satu pun yang berani jawab, atau mungkin tak mau menjawab. Oke lah kalau kita katakan mereka tidak tahu besaran pastinya. Bagaimana dengan wagub DKI? Seharusnya dia tahu persis berapa besarannya, tapi tetap saja jawabannya tidak jelas.
Ibarat ditanya satu tambah satu berapa, dia malah jawab, “Kalau kita bicara ilmu hitung-menghitung, kita ini yang terbaik. Bahkan dapat piala dari sekolah 4 kali berturut-turut.”
Apa susahnya jawab 'dua'?
Apakah ada yang disembunyikan? Mungkin ketika publik tahu jumlahnya, Pemprov DKI bakal ditanyai soal pertanggungjawabannya, yang artinya bakal ribet nantinya. Mungkin panik kalau nanti disuruh jelaskan untuk apa saja uang operasional tersebut. Ujung-ujungnya, ini memang masalah transparansi yang tidak berani dijalankan mereka. Mulut aja bilang transparan, tapi ditanya soal itu, jawaban kerap bertele-tele.
Kalau Ahok dulu, semuanya jelas. Bahkan kalau ada lebih, dia kembalikan. Gubernur sekarang apakah pernah begitu?
Bagaimana menurut Anda
S: Xhardy