GELORABANGSA - Video dari Podcast Deddy Corbuzier ini, harus diakui sangat cerdas dalam membuat Prabowo begitu enteng dalam menjawab. Biasa...
GELORABANGSA - Video dari Podcast Deddy Corbuzier ini, harus diakui sangat cerdas dalam membuat Prabowo begitu enteng dalam menjawab. Biasanya Prabowo di debat pilpres atau pun diberikan pertanyaan langsung dari wartawan, responsnya marah-marah dan nggak nyambung.
Makanya saya sih mencurigai dan berpendapat bahwa kemungkinan pertanyaan Deddy kepada Prabowo ini sudah diberikan sebelum direkam di rumah Deddy, untuk dipelajari terlebih dahulu oleh timnya Prabowo, agar dicari jawaban seringan mungkin. Tapi ini masih dugaan.
Beberapa pertanyaan yang merupakan esensi dari pertanyaan masyarakat pada umumnya soal Prabowo, tidak disentuh sama sekali, seperti yang sudah penulis utarakan sebelumnya. Perihal hoax Ratna Sarumpaet digebukin OTK yang ternyata hoax, drama sujud syukur 2 kali padahal kalah di TV One, dan cerita-cerita soal 1998 yang tak disentuh sama sekali.
Semakin kuat dugaan bahwa ada yang sudah filter pertanyaan tersebut. Prabowo dibuat begitu nyaman dan bisa dengan cepat menjawab sambil menyelipkan puluhan atau bahkan ratusan kata “Betul kan?” Atau “Ya kan?” dan berbagai kata nggak penting lainnya.
Tapi yang paling bikin saya ngakak adalah setelah saya menonton video dari pendiri Seword, Alifurrahman yang mengomentari podcast Deddy X Prabowo dengan gayanya yang lucu, khas dan begitu jujur mempertanyakan semuanya soal podcast yang bikin saya ketawa nggak berhenti.
Silakan disimak di sini.
Hal yang paling membuat saya ngakak adalah ketika Alifurrahman berkomentar soal statement Prabowo mengenai pilpres 2024 nanti, apakah dia bersedia atau tidak.
Di depan microphone podcast, dengan santainya Prabowo mengatakan bahwa jika itu kehendak rakyat, dia bersedia. Lalu Deddy Corbuzier mengatakan dengan sok yakin bahwa dia terinspirasi dan memuji kerendahan hati Prabowo.
Lah? Deddy selama 2 periode pilpres kemarin kemana aja? Masih belum bangun kali ya? Prabowo di dua periode kemarin itu ya jadi pecundang. Artinya rakyat nggak berkehendak. Benar-benar nggak masuk statement “Kalau rakyat berkehendak,” begitu yang disampaikan.
2 periode sebelumnya, mungkin Deddy belum “disadarkan” oleh Gus Miftah, jadi nggak paham? Hahaha.
Jadi sebenarnya menurut Pak Alif, mengalahkan Prabowo itu gampang. Asalkan ada yang berani merekam jawaban Prabowo soal pertanyaan mengenai Ratna, Rizieq, G4RIS, HTI, FPI, Anies Baswedan dan beberapa kader yang bermasalah di Gerindra.
Coba tanya eks kader Gerindra aktif soal pembakaran sekolah. Coba tanya lagi soal Ratna Sarumpaet kenapa bisa ngibul. Coba tanya lagi soal kasus 1998 di mana saat itu dia jadi Danjen Kopassus. Tanya waktu live, jangan waktu podcast.
Saya jadi teringat film Lupin, di mana ada seorang wartawan senior, menanyakan pertanyaan langsung kepada orang penting yang diduga terlibat skandal. Kemudian wartawan senior itu akhirnya harus menghadapi kesulitan. Semoga saja tidak begitu ya.
Apa yang terjadi di negara ini, banyak yang tak Prabowo jelaskan. Bahkan menurut Anies Baswedan, Prabowo itu adalah bagian dari orde baru. Pertanyaan Deddy nggak esensial, bisa disimpulkan begitu. Tapi sekali lagi itu kan hak ngontennya Deddy.
Mungkin Deddy merasa insecure dengan pertanyaan tajam ke Prabowo. Ya itu hak dia. Tapi belajar dari kebesaran hati Alifurrahman, saya mengapresiasi video Deddy yang berhasil menyihir opini publik soal siapa Prabowo. Seolah debat-debat pilpres yang sejatinya menunjukkan jati diri Prabowo, pudar.
Selamat untuk kontennya yang ditonton banyak orang. Deddy bahkan mengaku dirinya bukan politisi dan dia bebas-bebas saja di free zone bicara apapun di YouTube dan bikin pertanyaan apapun. Mengingat kepalsuan dari Dewa Kipas yang dibongkar oleh Grand Master Irene Sukandar.
Kita melihat benar atau salah bukan lagi jadi hal yang penting di dunia postmodern ini. Tapi yang penting adalah bagaimana tetap menghasilkan di masa pandemi ini. Yang penting kontennya dikemas secara menarik, orang yang salah sesalah apapun nggak jadi esensi lagi.
Kalau hal ini terus dijalankan sampai tahun 2024, kira-kira kita akan tahu betapa suramnya masa depan negara ini jika yang dipentingkan di negara ini adalah fenomena, bukan esensi yang sebenarnya dan sejarah-sejarah masa lalu yang harusnya jadi pembelajaran.
Begitulah ngeri-ngeri.
S: Tribunnews