GELORABANGSA - Kelompok hak asasi manusia di Papua khawatir, warga sipil akan menanggung beban pembalasan atas pembunuhan seorang pejabat t...
GELORABANGSA - Kelompok hak asasi manusia di Papua khawatir, warga sipil akan menanggung beban pembalasan atas pembunuhan seorang pejabat tinggi intelijen Indonesia.
Brigjen I Gusti Putu Danny Karya Nugraha, yang merupakan pejabat kepala intelijen di Papua, tewas dalam penyergapan oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Puncak, di Dataran Tinggi Tengah, pada Minggu (25/4). Kelompok kemerdekaan telah mengklaim pembunuhan jenderal itu.
“Dia berada di daerah itu sebagai bagian dari operasi untuk memulihkan keamanan, dan untuk meningkatkan moral penduduk di wilayah itu, menyusul serangkaian serangan oleh kelompok separatis dan teroris,” terang Wawan Purwanto, juru bicara Badan Intelijen Nasional (BIN), dikutip RNZ.
Hanya sedikit detail yang telah diberikan, dan memverifikasi detail dari pedalaman Papua sangat sulit. Tetapi diketahui bahwa jenderal tersebut saat itu bersama sekelompok kecil tentara dan polisi, ketika dia terbunuh di dekat sebuah gereja di Desa Dambet yang terpencil.
Dalam mengumumkan kematian jenderal pada konferensi pers di Jakarta pada Senin (26/4), Presiden Indonesia Joko Widodo (diapit oleh wakil presiden dan Panglima TNI, polisi, dan intelijen negara) bersumpah akan melakukan tindakan keras militer di Papua.
“Saya tegaskan bahwa tidak ada tempat bagi kelompok kriminal bersenjata di Papua dan seluruh pelosok Tanah Air,” tegas Jokowi. “Saya telah memerintahkan TNI dan Polri untuk mengejar dan menangkap anggota kelompok kriminal bersenjata.”
Aktivis Papua Barat Victor Yeimo dan pengacara HAM Veronica Koman yang kini tinggal di Sydney. (Foto: via The Guardian)
Bambang Soesatyo, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), kemudian mendukung tindakan keras terhadap kelompok pemberontak, dengan mengatakan: “tumpas habis KKB Papua, HAM bicarakan belakangan.”
Tampaknya seruan untuk tindakan keras itu mendapat perhatian. Pada Kamis (29/4), polisi di Papua mengklaim bahwa 10 orang (sembilan pemberontak dan satu petugas polisi) tewas dalam baku tembak selama berjam-jam di distrik Puncak, ketika personel memburu mereka yang bertanggung jawab atas kematian Brigjen Putu Danny.
Veronica Koman, seorang pengacara hak asasi manusia Papua yang berbasis di Australia, mengatakan, dia mengetahui 19 desa di dekat lokasi kejadian telah dibersihkan oleh militer pada Kamis (29/4), di mana penduduk desa terpaksa mengungsi.
Wilayah ini telah menyaksikan peningkatan konflik antara kelompok separatis dan pemberontak pada April 2021, dan pembunuhan seorang tokoh militer mungkin akan menjadi katalisator untuk eskalasi lebih lanjut.
Hal itu membuat kelompok hak asasi manusia khawatir bahwa warga sipil dan penduduk asli Papua akan menanggung beban konflik, terjebak dalam baku tembak, pembalasan, dan akibatnya, seperti yang sering terjadi dalam konflik yang telah berlangsung selama lebih dari 50 tahun ini.
“Yang berbahaya adalah komentar para pemimpin Indonesia (dan) pejabat publik yang mendorong pembalasan,” ucapnya, dikutip RNZ. “Seolah-olah militer dan polisi Indonesia sekarang memiliki izin untuk membunuh, seiring mereka membenarkan balas dendam mereka.”
Papua diduduki dan dianeksasi oleh Indonesia pada 1960-an. Daerah Papua dan Papua Barat memiliki otonomi khusus, tetapi banyak orang Papua telah menyerukan referendum kemerdekaan penuh, di mana separatis melancarkan kampanye pemberontakan tingkat rendah.
Veronica Koman mengatakan, peningkatan kekerasan bukanlah jawabannya.
“Jakarta akhirnya harus mencoba pendekatan lain dalam konflik ini,” tuturnya, dinukil dari RNZ. “Sekalipun Jakarta dapat sepenuhnya membunuh para pejuang di hutan, akan ada tentara pembebasan baru yang dibentuk. Duduk dan bicaralah dengan perwakilan Papua Barat, dengan pijakan dan martabat yang sama.”
“Pada akhirnya, lagi-lagi warga sipil yang paling menderita.”
Penerjemah dan editor: Aziza Larasati
Keterangan foto utama: Orang-orang bereaksi ketika sebuah bangunan terbakar usai protes baru pecah di Wamena, Papua, wilayah Indonesia yang terus bergolak baru-baru ini, 23 September 2019. (Foto: AFP)
Papua Membara, Veronica Koman: Warga Sipil Lagi-lagi Jadi Korbannya
Lihat artikel asli