GELORABANGSA - Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan sejumlah pemikirannya atas situasi dan kondisi Indonesia ketik...
GELORABANGSA - Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan sejumlah pemikirannya atas situasi dan kondisi Indonesia ketika memasuki awal 2021.
Menurut SBY, tahun 2020 merupakan tahun yang sangat berat bagi umat manusia, yang mana sejarah mencatatnya sebagai tahun yang kelam, tahun musibah, dan tahun ujian, karena adanya pandemi Covid-19.
SBY menilai, tak berbeda jauh dengan negara-negara di dunia, Indonesia juga mengalami krisis kesehatan karena pandemi Covid-19.
Hal itu terlihat dari banyaknya rakyat Indonesia yang terinfeksi dan meninggal dunia karena Covid-19 hingga tercatat sebagai yang terbesar di Asia Tenggara dan Asia Timur.
"Ekonomi kita juga mengalami resesi dan tekanan-tekanan lain, yang akhirnya menambah beban hidup dan penderitaan rakyat," kata SBY, yang dikutip Pikiranrakyat-Bekasi.com dari unggahan Facebook Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu, 9 Januari 2021.
Menurut SBY, hampir semua negara berpendapat bahwa keberhasilan menangani Covid-19 akan mendorong suksesnya pemulihan ekonomi dari krisis saat ini.
Hal itu mungkin benar adanya. Namun menurut SBY, tantangan utama Pemerintah Indonesia adalah bagaimana fiskal dan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) bisa dikelola dengan baik.
"Juga bagaimana utang Indonesia dapat dikontrol secara ketat dan serius. Utang yang ada menurut saya sudah sangat tinggi dan karenanya tidak aman," kata SBY.
"Persoalannya bukan hanya meningkatnya rasio utang terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia, tetapi yang berat adalah utang yang besar itu sangat membebani APBN kita. Membatasi ruang gerak ekonomi kita," sambungnya.
SBY menilai, kondisi ekonomi Indonesia akan sangat berat jika misalnya 40 persen lebih belanja negara harus dikeluarkan untuk membayar cicilan dan bunga utang.
"Jadi, jangan hanya berlindung pada persentase debt-to-GDP ratio yang dianggap masih aman dan diperbolehkan undang-undang. Bukan di situ persoalannya. Persoalannya terletak pada kemampuan pemerintah untuk membayar utang itu yang dirasakan sudah sangat mencekik," tuturnya.
Meski demikian, SBY menilai, permasalahan utang yang sangat serius itu secara bertahap dapat diatasi.
"Cara pertama yang paling sederhana adalah kurangi defisit anggaran. Kalau tahu penerimaan negara jauh berkurang, karena pemasukan dari pajak terjun bebas, ya kendalikan pembelanjaan negara," kata SBY.
SBY juga meminta pemerintah harus disiplin dan harus berani menunda proyek dan pengadaan strategis yang masih bisa ditunda.
"Jangan karena Perppu (kemudian jadi undang-undang) yang memberikan ekstra power kepada pemerintah, termasuk tak dibatasinya angka defisit anggaran, lantas tak pandai menentukan berapa besar defisit yang aman dalam APBN," kata SBY.
SBY lantas mengingatkan bahwa di tahun 1960-an dulu, ekonomi Indonesia jatuh pada titik terendah, karena pemerintah tak pandai mengontrol pembelanjaan yang kelewat tinggi. Seperti pepatah 'besar pasak daripada tiang'.
Meski demikian, SBY berharap semoga dengan suksesnya penanganan Covid-19, maka akan terbuka jalan untuk menggerakkan kembali perekonomian Indonesia.
"Imperatifnya, pemerintah harus disiplin dan tepat dalam mengatur keuangan negara. Juga harus mengendalikan utang, agar ekonomi kita di tahun-tahun mendatang dapat diselamatkan," kata SBY.
"Pemimpin dan pemerintahan yang bijaksana tentu tidak akan mewariskan masalah dan beban yang sangat berlebihan kepada pemerintah-pemerintahan berikutnya," ujar SBY.***
S:Suara