GELORABANGSA - "Bakpao, bakpao, bakpao," teriak dua bocah yang terdengar dari kejauhan. Tya Wati (12) dan Denu Andria (6),...
GELORABANGSA - "Bakpao, bakpao, bakpao," teriak dua bocah yang terdengar dari kejauhan.
Tya Wati (12) dan Denu Andria (6), adiknya, semakin kencang berteriak karena suasana tak begitu ramai di Perumahan Bulak Rantai, Kramat Jati, Jakarta Timur.
Setiap pengendara melintas keduanya segera menawarkan bakpao yang mereka jual.
"Bakpao murah pak, bu."
Mereka berharap ada orang yang membeli dagangannya.
Ketika jalanan mulai sepi, keduanya menyempatkan diri bermain bersama.
Sebentar kemudian keduanya kembali berteriak ketika melihat pengendara yang melintas.
Tya berjualan bakpao sejak pertengahan tahun lalu.
Setelah ayahnya meninggal, sang ibu Jas (33) bekerja banting tulang menghidupi Tya dan dua saudaranya.
Ada rasa sedih saban Tya melihat ibunya bekerja keras.
Tak sekali dua kali ia bertanya tentang penyebab kematian sang ayah kepada ibunya.
Selama ini Tya tak mengingat kenangan kecil bersama sang ayah.
"Mak, bapak kemana?" pertanyaan yang berulangkali Tya todong ke Jas.
"Bapak kamu sudah meninggal.
Pas mau jenguk nenek kamu yang sakit di Jawa."
"Dia enggak lihat jalan. Habis situ tertabrak kereta," kata Jas.
Setelah hidup menjanda, Jas bekerja sebagai kuli pungut di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur.
Deni dan Tya, bocah penjual bakpao di Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (3/1/2020)
Penghasilannya tak mampu menutupi biaya kehidupan untuk Jas dan anak-anaknya.
Kendati sudah menikah lagi, hidup Jas dan keluarganya tetap pas-pasan.
Hal ini yang mendorong Tya untuk bekerja dan memilih tak sekolah.
"Sudah dari bulan puasa tahun lalu jualan bakpao. Saya jual harganya Rp 2 ribu."
"Dari Umi (bos) cuma Rp 1 ribu.
Saya cuma mikir emak enggak selalu punya uang, makanya saya mau kerja begini," kata Tya kepada TribunJakarta.com, Jumat (3/1/2020).
Sebelum berjualan bakpao, Tya tak punya aktivitas.
Ia hanya membantu membersihkan rumah ketika sang ibu bekerja memungut barang sisa di Pasar Induk.
Terkadang ia sering disuruh sejumlah tetangganya untuk membeli sesuatu ke warung.
"Ya biasanya di rumah aja.
Tapi saya suka disuruh ke warung atau beli apa sama orang, nanti diupahin."
"Nah uang itu yang buat jajan," sambung dia.
Deni dan Tya, bocah penjual bakpao di Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat (3/1/2020).
Dalam sehari, Tya biasa membawa puluhan bakpao dan dijajakan di sekitaran Perumahan Bulak Rantai.
Tya mendapat keuntungan berkisar Rp 30 ribu setelah berjualan dari pagi hingga sore.
"Biasanya tuh saya sendiri, karena Deni lagi libur sekolah jadi saya ajak."
"Saya selalu jualan di sini kok tiap pagi sampe jam 17.00 WIB," ungkapnya.
Diam-diam berdagang
Sebelum bertemu dengan bos bakpao yang akrab disapa Umi, Tya menuturkan sempat berdagang jengkol di Pasar Induk.
Selama 5 hari, ia membantu Jas berdagang dan tak sengaja bertemu dengan Umi saat menjajakan jengkol.
Umi yang melihat Tya, segera mengajaknya berkomunikasi.
"Dek, kamu mau enggak jualan bakpao saya?," ujar Umi saat itu.
Dengan hati yang penuh keraguan, akhirnya Tya berucap mau.
"Mau bu. Saya mau," ucapnya.
"Nanti saya upahin Rp 20 ribu," balas Umi.
Sejak saat itulah Tya sering keluar rumah pagi dan pulang malam hari serta membolos ngaji.
Meski tak sekolah, Tya tetap mengaji di lingkungan rumahnya di Gang H. Ali, Kramat Jati, Jakarta Timur, saban bakda Magrib.
"Waktu awal-awal saya enggak bilang sama Emak (Mama).
Lama-lama dia marah karena saya pulang malam terus."
"Akhirnya Umi bilang sama Emak kalau saya jualan.
Akhirnya enggak diomelin," ungkapnya.
Pada akhirnya Jas tahu, namun ia menasihati Tya tetap bisa berjualan tapi harus pulang paling telat pukul 17.00 WIB.
Jas mengkhawatirkan kondisi Tya apalagi lingkungan rumah yang sepi.
"Jalanan di sini sepi, banyak culik. Ini zaman gila," ucapan emaknya yang selalu Tya ingat.
"Sekarang Tya bawa bakpaonya enggak banyak, habis enggak habis.
Yang penting sore sudah pulang, karena malamnya ngaji," jelas Tya.
Tya hanya mengingat pesan Ibunya untuk menyuruhnya selalu hati-hati dan tak lagi pulang malam.
Sumber: tribunjakarta.com